PAK FIKRI FAUZI ASLIHI, S.Pd.
Karawitan Sunda merupakan seni musik tradisional masyarakat Sunda yang berakar sejak masa kerajaan-kerajaan awal, terutama Kerajaan Pajajaran. Pada awalnya, karawitan hanya menggunakan alat musik sederhana seperti suling, kendang, dan karinding yang difungsikan dalam ritual dan hiburan rakyat.
Pada masa pengaruh Hindu-Buddha, gamelan mulai digunakan di lingkungan keraton sebagai pengiring upacara dan kegiatan keagamaan. Memasuki masa Islam, karawitan berkembang dalam kesenian rakyat seperti wayang golek, tembang Sunda, dan tarawangsa.
Pada masa kolonial Belanda, muncul gaya degung yang menjadi ciri khas karawitan Sunda. Awalnya hanya dimainkan di kalangan bangsawan, namun lambat laun menyebar ke masyarakat luas. Kini, karawitan Sunda telah menjadi identitas budaya Jawa Barat yang diajarkan di sekolah, dipentaskan dalam upacara adat, hingga dikolaborasikan dengan musik kontemporer.
Secara historis, karawitan sudah menjadi bagian dari kebudayaan sejak masa prasejarah sebagai pengiring upacara persembahan kepada roh leluhur. Bukti visualnya terlihat pada relief-relief candi masa Hindu-Buddha yang menggambarkan alat musik waditra gamelan. Setelah Islam masuk, karawitan turut berkembang melalui seni bernuansa religius seperti marhaban, genjringan, dan solawatan.
Seiring perjalanan waktu, jumlah waditra gamelan semakin lengkap, teknik tabuhan kian berkembang, dan kekayaan lagu semakin beragam. Lembaga pendidikan seperti SMKI dan ISBI berperan penting dalam melestarikan serta mengembangkan karawitan Sunda, melahirkan seniman-seniman kreatif yang terus berupaya menyesuaikan karya dengan perkembangan zaman.